Buat saya ini adalah hal yang paling challenging untuk
dihadapi, karena tiga hal: gedung yang kurang ideal, susunan acara yang di luar
kebiasaan dan yang terakhir saya nggak punya keahlian apapun di bidang ini.
Tapi ini adalah bagian yang paling memuaskan buat kami karena hasilnya melebihi
ekspektasi.
Untuk layout ruangan saya berterima kasih sekali pada Nadiya
WO dan Neil Abaroea (guru Tango saya). Merekalah yang mengatur letak pelaminan,
dance floor, meja buffet, band, dsb. Layout ruangan buat saya perfect, dan ini
pencapaian hebat karena aula gedung memang kurang ideal dengan lokasi
pintu-pintu dan pilar yang cukup awkward. Pada dasarnya untuk di gedung PU,
hanya ada dua pilihan untuk meletakan pelaminan; di tengah-tengah horizontal
ruangan atau di pojok kiri vertical ruangan. Layout yang dipilihkan untuk saya
adalah yang di dinding tengah horizontal ruangan. Waktu jamannya survei saya
pernah datang ke pesta dengan dua layout berbeda. Saya awalnya memilih pojok
kiri, tapi ternyata jadinya bingung menaruh dance floor dimana dan waktu itu
orang dari Chikal kurang bisa memberikan solusi yang baik. Waktu itu jika
dibandingkan, pilihan pojok kiri terasa lebih lega bagi ruangannya, tapi
sebetulnya itu gara-gara karpet jalannya aja. Kalau memakai karpet jalan, pojok
kiri memang memakan lebih sedikit tempat. Kalau di tengah-tengah, ruangan akan
habis dipotong si karpet jalan. Tapi pesta saya adalah tanpa karpet jalan.
Jadinya akhirnya diputuskanlah pelaminan berada di dinding tengah, lalu depan
pelaminan langsung dance floor.
Dua keputusan terbaik yang dibuat adalah menghilangkan
karpet jalan dan taman pelaminan. Tadinya saya malahan juga nggak mau pakai
panggung pelaminan karena inginnya pelaminan seperti “ruang tamu di rumah aja,
karena saya nggak mau jadi raja dan ratu”, tapi para organizer berkeras bahwa
panggung harus dipakai, jadi ya sudah, toh “panggung” yang dimaksud pendek,
cuma 10 cm. Tapi taman pelaminan saya tetap nggak mau pakai, karena taman
pelaminan menciptakan sebuah batas dan jalur untuk orang mengantri salaman,
sedangkan saya nggak mau orang di-encourage untuk mengantri salaman. Tiang
lampu fotografi (beserta kabel-kabelnya dan pencahayaan yang membuat pelaminan
lebih terang dan sisa ruangan menjadi lebih gelap) yang biasanya ada dan turut
memakan tempat dan menciptakan barrier antara pengantin dengan tamu-tamunya
yang rakyat jelata juga tidak ada. Fotografer dan videographer yang kami pakai
adalah murid-murid CPP dengan kamera DSLR yang nggak perlu pakai lampu-lampuan.
Hal lain yang saya hilangkan adalah kanopi-kanopi. Sekarang
umumnya dekorasi yang dipakai catering adalah kanopi-kanopi di meja buffet dan
juga di depan pintu masuk. Waduh, dengan aula gedung PU yang ceilingnya pendek
dan juga kurang luas, kayaknya kanopi-kanopi ini bakalan cuma bikin gelap dan sempit,
apalagi kalau warna yang dipilih gelap. Jadi saya menghilangkan kanopi ini.
Meskipun akhirnya kanopi selamat datang dipasang juga, tapi di pinggir ruangan
yang seharusnya jadi tempat ortu kami duduk kalau kami sedang tidak di
pelaminan.
Dengan tidak adanya hal-hal di atas, pelaminan jadi sangat
terbuka, suasana seluruh ruangan juga jadi terbuka dan terang dan lega. Hal
yang saya takutkan sama sekali nggak terjadi. Suasana yang santai dan open
terjadi karena barrier-barrier antara pelaminan dengan floor dihilangkan. Tamu
dan pengantin bebas keluar masuk pelaminan (bokap gw, if you know his habit,
adalah pastinya mahluk pertama yang ngilang dari pelaminan, dan juga
berkali-kali ngilangnya sampe harus dihalo-halo pake mic). Anak-anak juga senang
bermain di atas dance floor, apalagi waktu penampil wayang orang merontokan
melati ke atas dance floor. Biasanya setelah penampilan, anak-anak akan
langsung meniru dan memeragakan di atas dance floor, gerakan-gerakan yang tadi mereka lihat.
Saya sangat senang dengan cara Chikal menghias pelaminan dan
ruangan dengan bunga-bunga pilihan saya (warna merah dan putih ditambah bunga
peacock putih, lalu mereka tambah untaian melati). Terutama pelaminan deh,
cantik banget dan nggak pelit bunga! Lampion putih yang tadinya saya pilih
diganti dengan lampion rotan dan sangkar burung yang menurut saya lebih bagus
daripada si lampion putih. Awalnya si orang Chikal bingung mau ditaruh mana
lampu-lampu ini dengan tidak adanya si karpet jalan (biasanya lampion ada di
pinggir kanan kiri karpet jalan). Akhirnya Nadiya WO lah yang membantu
mengarahkan peletakan lampion ini. Awalnya saya sempet kuatir karena dekorasi
yang customize ini kok agak susah mengarahkannya karena sepertinya dekorasi
yang tersedia sangat standard template. Tapi ternyata hasilnya benar-benar
bagus.
Ice carving juga saya hilangkan. Secara estetika, tidak
cocok dengan selera saya, apalagi font-nya kan gak bisa dicustomize, hehe.
Lalu, detail lain yang harus diperhatikan adalah pemilihan
taplak. Jujur aja, kain taplak yang ditawarkan Chikal menurut saya kurang
elegan karena bahannya mengkilap. Untung saja dia punya satu renda taplak warna
putih yang tidak dari bahan itu. Saya pilih putih dengan cover emas, dan ini
juga membantu membuat ruangan menjadi lebih terang.
In my case, less is definitely more J