Monday, December 31, 2012

renungan tentang free will

"Ketika ditanya apakah ia memiliki kehendak bebas (free will) atau tidak, novelis abad ke-20 Isaac Bashevis Singer secara bercanda menjawab: I have no choice"
(Catchcart & Klein 2007: 21) --> absolutely love this book

Saya setuju dengan jawaban Mr. Singer yang sangat mengena. Kita tidak punya pilihan, mau tidak mau kita harus percaya bahwa kita memiliki free will.

Oxymoron? Exactly :) Saking tidak punya free will-nya, kita bahkan tidak bisa memilih untuk tidak percaya free will. Kita harus percaya bahwa kita punya free will. Kalau tidak, bagaimana kita memutuskan sesuatu, bagaimana kita bertindak dan bagaimana kita bertanggung jawab atas tindakan itu? Ah, tapi saya harus mengakui bahwa kadang-kadang kalau sedang mengalami hari yang buruk saat saya membuat serentetan keputusan bodoh, saya mengingat bahwa free will adalah ilusi dan itu membuat saya merasa lebih baik. There was nothing else I could've possibly done. My actions, were determined. Haha.



Stephen Hawking dan Leonard Mlodinow (2010: 31-32) menjelaskan (saya buat terjemahan secara bebas):
"Meskipun kita merasa bahwa kita dapat memilih apa yang kita lakukan, pemahaman kita terhadap dasar-dasar molekular biologi menunjukkan bahwa proses-proses biologi diatur oleh hukum fisika dan kimia dan maka dari itu prosesnya sudah ditentukan sebagaimana orbit-orbit planet"

Yup, proses berpikir yang kita lakukan untuk mencapai sebuah keputusan dan tindakan adalah hasil dari serangkaian proses fisika dan kimia dalam sel-sel otak dan tubuh kita. Sebagaimana bola yang dijatuhkan Galileo Galilei dari atas menara pisa mengikuti hukum gravitasi, sel-sel otak kita pun bergerak mengikuti hukum fisika dan reaksi-reaksi kimia yang menghasilkan keputusan untuk -misalnya- tidak pergi kemana-mana pada malam tahun baru dan menulis blog ini.

Sebagaimana kita dapat meramalkan kapan terjadinya gerhana matahari, kalau memang pikiran manusia mengikuti hukum alam, semestinya kita dapat meramalkan perilaku tersebut dong?

Hawking dan Mlodinow (2010: 32) menjelaskan:
"Sementara mengakui bawa perilaku manusia memang ditentukan oleh hukum alam, namun juga tampaknya cukup beralasan untuk menyimpulkan bahwa hasilnya ditentukan dalam cara yang sangat rumit dan dengan begitu banyak variabel sehingga tidak memungkinkan secara praktis untuk diramalkan. Untuk itu, seseorang harus mengetahui keadaan awal dari tiap ribuan triliun triliun molekul dalam tubuh manusia dan memecahkan angka sebanyak itu dalam sejumlah persamaan-persamaan."

Jawabannya bisa, hanya saja terlalu rumit dan tidak mungkin dipraktikan karena kerumitan dan banyaknya variabel, sedangkan otak kita mengambil keputusan dalam waktu sepersekian detik saja berdasarkan ribuan triliun triliun variabel tersebut.



Akan tetapi meskipun manusia tidak memiliki free will, bukan berarti bahwa masa depan sudah ditakdirkan (pre-determined). Ketika sebuah bola menyerah pada hukum Newton ketika dia digelincirkan, bukan berarti lintasan bola tersebut sudah ditakdirkan sejak sebelum dia digelincirkan. (somebody told me this, I wish I could give him/her credit).



I just find it fascinating! :)


Referensi:

Cathcart, T & D. Klein. 2007. Plato and a platypus walk into a bar: Understanding philosophy through jokes. New York: Penguin Books.

Hawking, S & L. Mlodinow. 2010. The grand design: New answers to the ultimate questions of life. London: Bantam Press.

so, it has come this...

Good bye Multiply.

Hello Blogger.

Still love my multiply page better... :(