Tuesday, October 8, 2013

Seri Kawinan #5: Dekorasi dan Layout Ruangan

Buat saya ini adalah hal yang paling challenging untuk dihadapi, karena tiga hal: gedung yang kurang ideal, susunan acara yang di luar kebiasaan dan yang terakhir saya nggak punya keahlian apapun di bidang ini. Tapi ini adalah bagian yang paling memuaskan buat kami karena hasilnya melebihi ekspektasi.

Untuk layout ruangan saya berterima kasih sekali pada Nadiya WO dan Neil Abaroea (guru Tango saya). Merekalah yang mengatur letak pelaminan, dance floor, meja buffet, band, dsb. Layout ruangan buat saya perfect, dan ini pencapaian hebat karena aula gedung memang kurang ideal dengan lokasi pintu-pintu dan pilar yang cukup awkward. Pada dasarnya untuk di gedung PU, hanya ada dua pilihan untuk meletakan pelaminan; di tengah-tengah horizontal ruangan atau di pojok kiri vertical ruangan. Layout yang dipilihkan untuk saya adalah yang di dinding tengah horizontal ruangan. Waktu jamannya survei saya pernah datang ke pesta dengan dua layout berbeda. Saya awalnya memilih pojok kiri, tapi ternyata jadinya bingung menaruh dance floor dimana dan waktu itu orang dari Chikal kurang bisa memberikan solusi yang baik. Waktu itu jika dibandingkan, pilihan pojok kiri terasa lebih lega bagi ruangannya, tapi sebetulnya itu gara-gara karpet jalannya aja. Kalau memakai karpet jalan, pojok kiri memang memakan lebih sedikit tempat. Kalau di tengah-tengah, ruangan akan habis dipotong si karpet jalan. Tapi pesta saya adalah tanpa karpet jalan. Jadinya akhirnya diputuskanlah pelaminan berada di dinding tengah, lalu depan pelaminan langsung dance floor.

Dua keputusan terbaik yang dibuat adalah menghilangkan karpet jalan dan taman pelaminan. Tadinya saya malahan juga nggak mau pakai panggung pelaminan karena inginnya pelaminan seperti “ruang tamu di rumah aja, karena saya nggak mau jadi raja dan ratu”, tapi para organizer berkeras bahwa panggung harus dipakai, jadi ya sudah, toh “panggung” yang dimaksud pendek, cuma 10 cm. Tapi taman pelaminan saya tetap nggak mau pakai, karena taman pelaminan menciptakan sebuah batas dan jalur untuk orang mengantri salaman, sedangkan saya nggak mau orang di-encourage untuk mengantri salaman. Tiang lampu fotografi (beserta kabel-kabelnya dan pencahayaan yang membuat pelaminan lebih terang dan sisa ruangan menjadi lebih gelap) yang biasanya ada dan turut memakan tempat dan menciptakan barrier antara pengantin dengan tamu-tamunya yang rakyat jelata juga tidak ada. Fotografer dan videographer yang kami pakai adalah murid-murid CPP dengan kamera DSLR yang nggak perlu pakai lampu-lampuan.

Hal lain yang saya hilangkan adalah kanopi-kanopi. Sekarang umumnya dekorasi yang dipakai catering adalah kanopi-kanopi di meja buffet dan juga di depan pintu masuk. Waduh, dengan aula gedung PU yang ceilingnya pendek dan juga kurang luas, kayaknya kanopi-kanopi ini bakalan cuma bikin gelap dan sempit, apalagi kalau warna yang dipilih gelap. Jadi saya menghilangkan kanopi ini. Meskipun akhirnya kanopi selamat datang dipasang juga, tapi di pinggir ruangan yang seharusnya jadi tempat ortu kami duduk kalau kami sedang tidak di pelaminan.

Dengan tidak adanya hal-hal di atas, pelaminan jadi sangat terbuka, suasana seluruh ruangan juga jadi terbuka dan terang dan lega. Hal yang saya takutkan sama sekali nggak terjadi. Suasana yang santai dan open terjadi karena barrier-barrier antara pelaminan dengan floor dihilangkan. Tamu dan pengantin bebas keluar masuk pelaminan (bokap gw, if you know his habit, adalah pastinya mahluk pertama yang ngilang dari pelaminan, dan juga berkali-kali ngilangnya sampe harus dihalo-halo pake mic). Anak-anak juga senang bermain di atas dance floor, apalagi waktu penampil wayang orang merontokan melati ke atas dance floor. Biasanya setelah penampilan, anak-anak akan langsung meniru dan memeragakan di atas dance floor, gerakan-gerakan yang tadi mereka lihat.

Saya sangat senang dengan cara Chikal menghias pelaminan dan ruangan dengan bunga-bunga pilihan saya (warna merah dan putih ditambah bunga peacock putih, lalu mereka tambah untaian melati). Terutama pelaminan deh, cantik banget dan nggak pelit bunga! Lampion putih yang tadinya saya pilih diganti dengan lampion rotan dan sangkar burung yang menurut saya lebih bagus daripada si lampion putih. Awalnya si orang Chikal bingung mau ditaruh mana lampu-lampu ini dengan tidak adanya si karpet jalan (biasanya lampion ada di pinggir kanan kiri karpet jalan). Akhirnya Nadiya WO lah yang membantu mengarahkan peletakan lampion ini. Awalnya saya sempet kuatir karena dekorasi yang customize ini kok agak susah mengarahkannya karena sepertinya dekorasi yang tersedia sangat standard template. Tapi ternyata hasilnya benar-benar bagus.

Ice carving juga saya hilangkan. Secara estetika, tidak cocok dengan selera saya, apalagi font-nya kan gak bisa dicustomize, hehe.

Lalu, detail lain yang harus diperhatikan adalah pemilihan taplak. Jujur aja, kain taplak yang ditawarkan Chikal menurut saya kurang elegan karena bahannya mengkilap. Untung saja dia punya satu renda taplak warna putih yang tidak dari bahan itu. Saya pilih putih dengan cover emas, dan ini juga membantu membuat ruangan menjadi lebih terang.


In my case, less is definitely more J

Sunday, October 6, 2013

Seri Kawinan #4: Acara

Sebagaimana sudah dibahas dalam “konsep”, tema acara yang kami usung adalah simple cut-the-crap namun juga entertaining. Tema ini cukup membuat pusing saya dan juga para vendor karena di luar standar. Beberapa hal yang buat saya merupakan “crap” untuk di “cut” adalah:
  • -          Ganti baju dari akad nikah ke resepsi
  • -          Dengan tidak adanya hal di atas, kirab pengantin otomatis jadi tidak relevan juga
  • -          Dipajang di pelaminan
  • -          Antrian salaman
  • -          Group photo “wajib” untuk SETIAP kelompok keluarga dan pertemanan

Lalu untuk entertainment, hmm…mungkin sudah sangat jelas bahwa saya sangat mencintai Argentine Tango. Maka saya bilang sama (waktu itu) calon suami bahwa saya ingin menari di hari pernikahan saya, tapi masa nari sama orang lain? Akhirnya dengan bujukan itu, sukses lah saya menyuruh dia untuk belajar menari Argentine Tango. Akan tetapi kami diam-diam saja mengenai rencana kami ini, sampai kira-kira sebulan sebelum acara, barulah kami memberitahukan guru dan teman-teman sekelas. Inipun dipicu oleh kefrustrasian saya mengarahkan vendor untuk acara yang aneh-aneh ini, ditambah ternyata saya tidak ada waktu dan keahlian untuk membulatkan susunan acara yang rapi, sehingga ketika ternyata ketahuan bahwa salah satu teman sekelas saya adalah seorang wedding organizer (Nadiya wedding organizer), saya memutuskan untuk memakai jasanya.

Obsesi suami untuk menampilkan wayang orang di acara pernikahan juga baru terkonfirmasi kira-kira seminggu sebelum acara.  Padepokan Wayang Orang Tjipto Budoyo dari Muntilan, Yogyakarta adalah penampilnya.

Penampil satu lagi adalah Indah, teman sekelas di Tango yang juga bisa belly dance. Waktu itu iseng aja saya tembak, apakah dia mau perform atau tidak, dan ternyata dia mau! Hanya saja saya pastikan bahwa kostum dan tarian tetap sopan.

Jadi acaranya pertama adalah akad nikah dengan tamu-tamu keluarga, teman dekat dan tetangga. Susunan cukup standar: Rombongan mempelai pria disambut oleh keluarga mempelai wanita, didudukan di meja pelaminan lalu mempelai wanita dipanggil. Ijab Kabul berlangsung, dilanjutkan dengan sungkeman dan foto keluarga. Setelah foto keluarga, di sini lah dansa Argentine Tango oleh kedua mempelai ditampilkan dengan koreografi yang dibuat oleh guru kami Neil Abaroea, dengan lagu pilihan kami theme song Cinema Paradiso. Diikuti dengan penampilan wayang orang dengan lakon raja dan ratu. Habis itu harusnya, band pesenan kami Wonderbra tampil, tapi karena alat-alat mereka terlambat datang, jadi sempat kosong lah acara hiburan. Maka untuk mengisi, Neil diminta untuk berdansa dengan saya, lalu habis itu ber-salsa dengan Indah salah satu teman sekelas saya yang akan tampil juga hari itu.



Acara kedua, kalau bisa dibilang acara kedua, soalnya semuanya bablas plong anyway, adalah resepsi dengan tamu-tamu kedua. Pada dasarnya saat kami sedang ngobrol dan menyapa para tamu, tampillah Tari Bambangan Cakil dari Padepokan Wayang Orang Tjipto Budoyo. Lalu setelah tarian itu, kami menarikan kembali Argentine Tango yang tadi, diikuti dengan penampilan belly dance dari Indah. Setelah itu, Wonderbra kembali bermain.

Untuk band, pesan saya dari awal hanya satu: jangan gedumbrangan. Pokoknya jangan sampai pesta jadi berisik dan orang nggak bisa menikmati pestanya, makan dan ngobrol dengan nyaman. Saya sebetulnya membebaskan mereka untuk main lagu apapun asalkan nyaman untuk didengar, tapi tentu saja mereka eksplorasi apa yang disukai oleh pengantin. Karena salah satu personil band ini adalah teman dekat mempelai pria, dia tentunya sudah tau selera musik dia: Naif dan Float (setidaknya itulah dua yang nggak gedumbrangan). Untuk saya, ketika ditanyakan saya minta Latin dengan banyak Bossa Nova (paling lembut, dan saya tahu ada Oom saya yang suka banget, juga nadanya elegan dan “hipster”)


Dengan susunan acara seperti itu, feedback yang saya terima adalah orang-orang senang dengan tarian-tariannya (semuanya), suasana sangat santai, anak-anak terutama juga senang sekali dengan adanya tarian dan orang tua tidak susah mengawasi si anak, karena kegiatan terpusat di dance floor. Sayangnya tamu-tamu yang datang belakangan tidak kebagian acara tari-tarian. Suasana yang santai terutama dikarenakan tidak adanya jeda antara akad dengan resepsi, tidak adanya kirab pengantin dan pelaminan yang “open” (akan dijelaskan di bagian dekor nanti) dimana pengantin dan ortu bisa kabur-kaburan dari pelaminan dan orang bebas menghampiri pelaminan. Saya sempat touch up make up sebentar, dan ketika meninggalkan maupun kembali ke pesta saya pun cuma nyelonong aja, nggak pake ritual apapun dan tidak diumumkan oleh MC. Mempelai pria pun cuek aja ditinggal dan ngobrol dengan tamu sendirian. Pokoknya santai lah. Keseluruhan sangat memuaskan, dan kedua mempelai beserta tamu (ini tamu saya yang bilang lho, beneran) masih bisa merasakan euphorianya (seriously can’t get over it) bahkan hingga 48 jam setelah pesta selesai. A sign of a good party.

Seri Kawinan #3: Vendor Catering dan Dekorasi

Catering adalah vendor kedua setelah gedung yang harus dipilih karena ini adalah potongan terbesar dari keseluruhan acara dari segi tanggung jawab dan biaya. Karena biasanya mereka menawarkan paket dan agar menghemat waktu dan tenaga, untuk dekor dan make up, ikuti dari catering saja. Saya menyesal karena selama ini ke kawinan nggak pernah merhatiin nama dan kualitas dari catering. Hanya waktu ke kawinan teman saya Indon aja saya merhatiin cateringnya, soalnya: ENAK BANGET bo! Sampai sekarang masih terbayang-bayang kambing gulingnya. Si Indon make vendor catering yang usut punya usut (browsing di weddingku), ternyata adalah salah satu vendor yang sedang naik daun di Jakarta.

Jadi hal pertama yang saya lakukan adalah mengumpulkan informasi via internet. Website weddingku sangat membantu, karena di situ kita bisa membaca komen langsung dari pengguna vendor-vendor itu dan juga mencari vendor yang track recordnya bagus. Dari hasil browsing, saya langsung mengincar si catering yang dipakai Indon dan beberapa catering yang namanya paling sering disebut. Nyokap yang berhubungan dengan pihak gedung (venue saya di PU) juga diminta mencari vendor catering dari gedung dan dihubungi oleh salah satu catering.

Untuk menghemat waktu, ketika menghubungi catering, langsung minta penawaran harga (paket saja untuk langsung bisa bikin perbandingan) dan jadwal untuk test food. Usahakan untuk mencicipi makanan saat ada pesta karena seperti kata teman saya Windy “kan masak buat 5 orang sama masak buat 800 orang beda ya bo”. Catering pertama yang saya cicipi bersama nyokap adalah catering yang dicarikan pihak gedung. Untuk dekor, dia relative ok meskipun agak aneh karena ada dekor bergaya Bali meskipun kayaknya acara mantenannya bukan Bali. Tapi venue gedung pendopo PU yang menurut pengalaman berpotensi menjadi “sempit dan suram” jadi cukup terang dan lega dengan pilihan warna putih dan gold dan pelaminan warna putih. Mbak marketingnya juga sangat kooperatif dan mudah diajak bicara. Sayangnya ketika mencicipi makanannya, kurang sedap. Tidak sampai nggak enak sih, tapi juga kurang terasa sedap. Harga memang relative murah. Paling murah daripada semua quotation yang saya terima, dan lokasi kantornya terjangkau dari rumah.

Vendor catering yang ngetop yang dipakai teman saya Indon, mengirimkan penawaran harga. Harganya paling mahal meskipun tidak begitu jauh mahalnya daripada yang lain. Sayangnya ketika saya minta jadwal test food, nggak dikasih sama sekali sampai sekarang. Barangkali saking banyaknya peminat kali yah. Karena saya nggak ada waktu buat ngejar-ngejar vendor somse macam begini, akhirnya saya relakan untuk tidak pakai si catering enak ini.

Lalu test food berikutnya adalah vendor yang akhirnya saya pakai maka saya sebut namanya di sini yaitu Chikal. Selain si vendor ngetop, Chikal adalah catering lain yang paling sering disebut oleh capeng lain di weddingku. Akhirnya saya meminta penawaran dan jadwal test food, kemudian tidak lama saya dikasih penawaran dan test food di gedung Pertamina Simprug. Waktu mau test food tapinya nggak ada kabar di sana saya harus ketemu siapa dan bagaimana. Ketika saya coba telepon juga tidak diangkat. Laah, gimana ini, apa saya harus nyusup ke kawinan orang ya. Akhirnya ya sudahlah, dengan nekat saya dan nyokap dateng ke kawinan ini dan pura-pura jadi tamu. Pada saat masuk, dekorasinya bagus tapi bukan selera saya. Jadi untuk urusan dekorasi saya tidak begitu terkesan. Apalagi kain yang dipakai untuk taplak dan kanopi adalah kain mengkilap yang menurut saya tampak kurang elegan. Tapi begitu nyoba makanannya, wah, langsung terasa bahwa masakannya sedap. Pacar saya (suami) selalu menggunakan nasi goreng sebagai patokan menilai sebuah masakan, dan Chikal melewati tes nasi goreng dengan sangat sukses. Makanan lainnya juga sedap dan Ibu saya memerhatikan bahwa makanan cepat habisnya karena memang rasanya enak. Kru juga sigap membersihkan piring dan pesta terlihat rapi. Harga pun dia termasuk kedua termurah dari berbagai penawaran yang saya terima. So far bagus sekali, tapi saya agak khawatir karena komunkasi buat saya kurang lancar dan markas Chikal cukup jauh dari rumah saya.

Setelah dua itu, ada satu catering lagi yang saya incar, dan saya senang dengan catering ini karena komunikasi dengan salesnya sangat lancar. Review di weddingku juga bagus. Sayangnya jadwal test food yang ditawarkan amat sangat jauh dari rumah saya. Jadi saya nunggu jadwal test food di daerah Jakarta Selatan. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya ada juga. Saya ke sana lagi-lagi bersama nyokap, agar penilaiannya setara dengan yang lainnya. Melihat dekornya rasanya biasa saja dan ketika dicicipi makanannya, tidak sampai tidak enak sih, tapi rasanya di bawah Chikal. Nyokap malah lebih kecewa daripada saya dan tidak merasa sreg dengan catering ini. Padahal saya merasa nyaman sekali dengan komunikasi yang terjalin dengan salesnya dan lokasi kantor mereka tidak terlalu jauh amat.

Karena kecewa dengan catering yang terakhir dicoba, nyokap mengajak untuk test food ke catering yang pernah dipakai salah satu sepupu saya dan mendapat review yang cukup baik. Saya terus terang waktu kawinan sepupu saya yang itu belum kepikiran buat kawin dan belum memerhatikan vendor-vendor jadi saya tidak ingat bagaimana kualitasnya. Yah setidaknya berarti catering ini tidak jelek kan. Nyokap sih sebagaimana saya merasa nyaman dengan sales catering sebelum ini, merasa nyaman dengan pemilik catering yang ini yang merupakan seorang ibu-ibu dan markas catering ini amat dekat sekali dengan rumah. Tapi ya bo, test foodnya… di Cinere. Okelah, ini usaha terakhir. Saya dan nyokap ke sana. Untuk makanannya, lagi-lagi nggak jelek, tapi juga buat saya tidak sedap sekali dan kalau dibanding Chikal juga masih di bawahnya. Tapi pesta itu, selain dari makanannya, benar-benar membuat saya ngeri. Katanya sih si catering hanya bertanggung jawab untuk makanan, sedangkan yang lain-lainnya dikerjakan vendor lain. Pesta yang buat saya mengerikan ini jadinya saya gunakan untuk pembelajaran saya bukan untuk menilai si vendor catering ini. Soalnya waktu sepupu saya, pestanya sama sekali nggak kacau begini kok. Untuk detailnya, bisa dibahas di masing-masing tema nanti.

Jadi setelah test food yang terakhir ini, saya memutuskan memakai Chikal dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Telepon orangnya, bayar DP kemudian saya diminta ke kantor mereka untuk membicarakan rinciannya. Nah ini dia nih, yang pe’er, tapi nggak apa-apa lah demi. Dengan ditemani sepupu saya yang sangat baik hati dan mau membantu saya mengurusi semua ini, kami ke sana lah. Chikal juga punya sanggar sendiri yang mengurusi soal perdandanan. Sampai di sana, saya agak kesulitan menyampaikan konsep yang saya inginkan dan si mas-mas yang mengurusi saya pusing banget dengan permintaan saya yang menghilangkan ini itu yang sifatnya standard ada di pernikahan (nanti baca detilnya di acara dan dekorasi). Selain mereka jadi harus “mikir” dengan konsep pesta yang berbeda, mereka juga ngeri kalau performance mereka jadi tidak bagus dan orang akan menilai mereka jelek. Ya, konsep pesta yang “baru” atau “berbeda” memang membutuhkan pemikiran matang. Akhirnya saya pakai bantuan WO yang merupakan teman saya di kelas dansa, tapi itu cerita lain. Setelah struggling menyampaikan maksud dan keinginan saya, performance Chikal di pesta saya melebihi ekspektasi! Makanan jelas ok, dekorasi sangat indah dan sesuai selera saya, dan make-up memuaskan.

Dari paket yang ditawarkan Chikal dan saya bayarkan, saya hanya ambil makanan, dekorasi dan dandan. Paket foto dan video saya ubah jadi kambing guling dan bonus MC tidak saya ambil. Ini karena suami saya kerjanya di bidang film, performance, communication dan art, maka urusan foto, video dan MC itu departemennya dia lah, dan jelas dia nggak mau terima yang standar vendor kawinan pada umumnya.
Karena tamu saya terbagi dua, akad dan resepsi (untuk menanggulangi masalah aula gedung yang tidak terlalu besar), makanan atas saran WO diatur seperti ini:
  • Pagi setelah akad jatah bonus sarapan soto 100 porsi, ditambah bonus buffet keluarga 100 porsi yang diubah menjadi 100 porsi lontong cap gomeh (pagi-pagi buffet belum selesai dimasak), ditambah 4 pondokan (siomay, roti jala, chicken cordon blue dan pasta).
  • Resepsi yang siang hari, buffet dibuka ditambah 4 pondokan lainnya (kambing guling, Korean bbq, poffertjes, es puter).

Dengan pengaturan ini, sampai akhir pesta, semua tamu masih kebagian makan tapi sisa makanan tidak terlampau banyak. Saya sangat-sangat puas dengan semua ini dan feedback dari tamu juga mengatakan makanannya ok, malah katanya roti jalanya “enak Masya Allah”.

Kesimpulannya: saya sangat hepi dan puas dengan Chikal. Untuk dekor dan make up akan dibahas dalam postingan yang berbeda.

Seri Kawinan #2: Venue

Venue adalah hal pertama yang harus dipilih. Keputusan lain-lain baru bisa dibuat setelah membuat keputusan mengenai venue. Gedung biasanya memiliki rekanan catering, dan setelah memutuskan gedung lalu catering, baru hal-hal lain bisa bergulir. Tapi untuk bisa memutuskan venue, harus tahu dulu jumlah undangannya ada berapa. Kami sepakat untuk dibatasi saja 300 undangan karena budget juga terbatas sekali, dengan pembagian: 100 untuk masing-masing ortu dan 50 untuk masing-masing kami.
Hal lain yang kami putuskan dan kami keukeuh dengan ini adalah, lokasi harus strategis. Lagi-lagi demi kenyamanan para tamu kami memutuskan daerah paling strategis adalah Jakarta Selatan (Senayan dan sekitarnya, huehehehe, kayaknya subjektif ya). Tapi iyalah, menurut kami daerah ini adalah yang paling netral dengan lingkungan yang cukup ramah.

Gedung pertama yang kami taksir adalah Granadi. Dengan lokasi yang masih di tengah, aula yang indah dan lapang dan juga ada balkon penonton yang tadinya membuat CPP bersemangat, Granadi memang sangat ideal. Tapi kenyataannya adalah, Granadi mahal sedangkan kami nggak punya budget, dan antriannya panjang. Jadi impian untuk pakai Granadi kami lupakan. Apalagi rencana awalnya kami cuma mau nyebar 300 undangan, takutnya gedung yang terlalu lapang akan membuat pesta jadi tidak meriah.

Carakaloka adalah gedung kedua yang dari segi lokasi sangat ideal karena ada di seberang kantor CPP. Sayangnya gedung milik Deplu ini sedang berganti pengurus dan tidak disewakan ketika kami sedang sibuk mencari venue. Ada beberapa gedung lain di daerah Senayan, tapi entah kenapa saya nggak minat meriksa (Manggala Wanabakti, Aula Serbaguna Senayan, Menpora). Aula Masjid Al-Bina juga cukup ok dan murah, tapi saya malas bikin pesta di masjid karena takutnya ada berbagai restriksi terkait pestanya. Apalagi masjid adalah tempat “umum” sedangkan saya ingin pesta saya private.

Akhirnya yang paling keren adalah nyokap. Saat rencana baru mulai diwacanakan, dilamar aja belum nih, suatu hari sepulang rapat pensiunan UN di daerah Al-Azhar, nyokap inisiatip mampir ke pengurus gedung PU dan ujug-ujug booking tanggal! HWAKAKAKAKAK. Gedung Pendopo PU hanya disewakan kepada orang-orang PU (bokap pensiunan PU), harga sewanya sangat-sangat murah, tidak perlu pakai DP, jadi nyokap langsung aja booking. Kalaupun tidak jadi kan tinggal dibatalkan saja.


Saya ingat pernah ke kawinan teman di gedung ini. Dan memang aulanya cukup seadanya dan tidak begitu besar dengan langit-langit rendah. Tapi toh undangan kami juga rencananya akan dibatasi tidak banyak, jadi saya pikir paling dekorasi harus ok. Tapi ok nggak ok, itulah yang kami bisa dapatkan dari segi waktu dan biaya. Berikutnya adalah mencari vendor catering dan dekorasi yang biasanya satu paket.

Seri Kawinan #1: Konsep

Pernikahan impian saya dan (waktu itu) calon suami adalah pergi ke KUA di suatu hari (hari kerja bukan akhir pekan), bersama hanya orang tua dan saksi kemudian selesai. Kita pulang lalu mungkin makan bersama di restoran, atau makan bersama di rumah. Betapa simpelnya dan bebas tektek bengek. Nggak romantis? Emang. Kami orangnya emang santai dua-duanya, dan kami tidak merasa memerlukan syahdu-syahdu-an. Tapi tentunya ide kami ini HOROR buat orang tua. Saat saya bilang ke nyokap, doski langsung mem-veto dan mau mengadakan acara akad nikah di rumah. Waktu kakak saya yang perempuan menikah, seluruh acara diadakan di rumah dan disiapkan dalam waktu 2 minggu saja. Terburu-buru karena calon suaminya yang orang Spanyol nggak bisa lama-lama di sini dan kakak saya mau diboyong ke Spanyol setelah menikah (ya iyalaaah). Nyokap janji bikin acara di rumah itu “gampang” kok.

Ya, gampang kalau setelahnya tidak ada resepsi lagi di gedung. Masalahnya karena kakak perempuan saya tidak resepsi di gedung, dan kakak saya yang satu lagi laki-laki, nyokap sangat ingin agar saya punya pesta pernikahan di gedung. Nah, barangkali kalau dari awal saya bersedia akad nikah di gedung, rencana akad di rumah itu tidak akan muncul. Mungkin ada beberapa hal mengenai ide menikah di KUA yang harus saya ceritakan. Terus terang saja, kami ingin berusaha menghentikan “ritual” korupsi, dengan meng-“cut the crap” acara akad nikah nan syahdu yang membuat penghulu merasa sok penting dan berhak meminta tip banyak-banyak. Kalau kami yang nyamper ke kantornya dan semua administrasi dilakukan di kantor si penghulu, harusnya celah untuk korupsi semakin sempit daripada seluruh upacara pernikahan syahdu-syahdu-an di gedung. Lalu kedua, saya ingin nikahnya di KUA Tangerang saja, yang harapan saya “biaya”nya tidak setinggi KUA Jakarta Selatan. Sepupu saya dapet penghulu yang paling cunihin sejagat waktu menikah di Jakarta Selatan (rasanya tidak perlu saya ceritakan secara detail) dan membuat saya merasa alergi dengan KUA Jakarta Selatan. Jadi itulah latar belakang cerita mengapa awalnya saya tidak mau akad nikah di gedung.

Akan tetapi, dengan adanya dua acara (rumah dan gedung), membuat semua orang merasa repot harus datang dua kali. Apalagi acara akad direncanakan hari Jum’at dan rumah saya jauh. Akhirnya, rasa empet dengan korupsi harus ditekan dan perjuangan memeranginya harus disalurkan dengan cara lain dan kami memutuskan untuk melangsungkan akad nikah di gedung saja. Syukurlah, laporan dari abang saya yang survei ke KUA Jaksel mengatakan bahwa pelayanan di sana baik sekali. Mungkin gara-gara Jokowi-Ahok! Maka saya juga berhutang terima kasih untuk Pak Jokowi dan Pak Ahok. Makasih ya Pak! J

Lalu bagaimana dengan pestanya sendiri? Kalaupun harus pesta…. Hmm.. idealnya sih buat kami nggak usah ada pesta dan uangnya buat DP rumah aja, hehehe. Tapi let’s face it, orang-orang yang kami kedua mempelai, dan orang tua sayangi ada banyak sekali dan kami ingin berbagi kebahagiaan dengan orang-orang tersebut. Jadi…pesta yang saya inginkan (ya, saya…bukan kami, hwekekek) idealnya sebetulnya garden party. Karena semuanya sangat santai dan juga secara estetika, sesuai dengan selera saya. Awalnya saya sempet survei venue-venue garden party. Hanya saja memang kebanyakan tempat-tempat seperti itu hanya menampung sedikit orang. Lalu ketika saya menghadiri beberapa pernikahan teman dengan konsep itu…astajiiim, panasnya udara dan betapa tidak nyamannya. Sementara buat kami, yang amat sangat terpenting adalah kenyamanan para tamu. Kami memang secara umum tidak begitu bersemangat menghadiri pesta-pesta pernikahan, jadi kami hanya ingin agar tamu kami nyaman. Itu adalah gol nomer satu!

Lalu bagaimana dengan ide dari calon mempelai pria? Lagi-lagi inspirasi didapatkan ketika menghadiri pernikahan teman di Gedung Granadi. Aula Granadi memiliki balkon tempat penonton seperti aula untuk menonton opera, dan memang ada panggungnya. Ide dari CPP yang seorang film maker dan juga anak teater adalah, konsep “menonton pertunjukan”. Jadi tamu datang seperti untuk menonton teater. Pertunjukkannya inginnya wayang orang, karena CPP punya hubungan baik dengan kelompok wayang orang dari Muntilan. Akan tetapi konsep ini eksekusinya mahal, karena aula seperti Granadi begitu sewanya mahal, dan juga kami harus membayar honor dan ongkos para pemain yang pasti mahal, begitupun segala macam ongkos produksi yang lain. Tentunya makanan juga tetap harus kami sediakan. Bayangkan berapa total biaya untuk produksinya. Sementara budget kami sebetulnya adalah 0, dan semua biaya adalah hasil korek-korek sana sini. Tapi meskipun ide ini tidak jadi, kami setuju bahwa a good show atau hiburan yang bagus merupakan salah satu servis yang penting untuk membuat tamu nyaman dan merasa worth it untuk menghadiri pesta pernikahan.

Kemudian, hal lain yang juga kami tidak sukai adalah betapa seringkali (tidak semuanya), pengantin menjadi zombie di hari pernikahannya, di atas pelaminan, karena harus menghadapi antrian tamu yang jumlahnya ratusan bahkan ribuan itu. Kami mengundang tamu atas rasa sayang dan ingin berbagi kebahagiaan dengan mereka. Maka kami sangat ingin tetap “terkoneksi” dengan tamu-tamu kami dan dengan tulus menyambut mereka dan berbagi cerita juga. Jadi saya tidak ingin konsep duduk di pelaminan. Buat saya jadi manten itu bukan menjadi raja dan ratu sehari dan diperlakukan sebagai raja dan ratu yang berjarak dengan si rakyat jelata. Saya ingin tetap menjadi diri saya sendiri dan saya ingin bisa mengekspresikan kebahagiaan dan rasa sayang saya pada tamu-tamu saya.

Apa lagi? Jarak antara akad dengan resepsi dan mengganti baju setelah akad nikah untuk resepsinya. Saya tidak merasa perlu punya dua baju yang berbeda. Saya ingin praktis, satu baju saja, satu dandanan saja. Jadi saya ingin agar setelah akad nikah berlangsung, habis itu langsung resepsi saja. Tidak perlu balik ke ruang make-up dan kemudian masuk lagi dengan kirab yang formal. Resepsi yang saya maksud juga santai, menyapa tamu-tamu, menerima ucapan selamat dan foto bersama yang sifatnya spontan. Kami juga paling benci acara foto bersama yang terkesan sebuah kewajiban dengan MC memanggil-manggil macam di terminal bus saja.

Kemudian pemilihan waktu pun juga senyaman mungkin untuk tamu. Minggu siang kami anggap paling cocok, karena lalu lintas tidak sepadat Sabtu dan malam harinya orang masih bisa istirahat untuk berangkat kerja di hari Senin.

Jadi pendeknya, konsep acara santai, cut-the-crap, dan banyak hiburan dan sosialisasi. KISS = Keep It Simple Stupid. Urutannya: akad nikah kemudian langsung bablas resepsi santai, dan foto-foto spontan.

Untuk detail eksekusi dari konsep ini, ikutilah terus blog ini.

Seri Kawinan #Introduction

Ini adalah beberapa catatan mengenai pesta pernikahan saya yang dibagi-bagi dalam beberapa tema agar lebih mudah dan fokus menulisnya. Pernikahan saya baru saja berlangsung saat blog ini ditulis dan karena saya dan keluarga cukup hepi dengan pestanya, maka saya mau share mengenai proses dan eksekusinya. Tentunya selera setiap orang beda, dan impian pesta pernikahan setiap orang juga pasti beda-beda. Syukurlah semua hal yang terjadi di pesta saya sesuai dengan keinginan dan bahkan lebih baik lagi. Blog ini ditulis juga sebagai ungkapan terima kasih pada para vendor yang sudah mewujudkan keinginan saya. Semoga pembaca dapat menikmati tulisan ini.