Thursday, August 29, 2013

A License to Judge People? :)

A friend of mine once said that I can come and judge a society because I have a degree specifically on that. I can say "Dude, I'm judging you and I can! I have a degree for that!" Haha. Yes, I have a degree on Anthropology, a science which tries to figure out human beings. That's just about it. Human beings. Anthropos.

Spending almost 4 years in college, learning a science of unravelling the nature of human being, seeking pattern in their behaviour and trying to describe and explain "culture", you would think that I, the person who manage to hold a degree on anthropology, would be able to explain human beings and culture a lot easier than those who doesn't. While this may hold true for other anthropologists out there, it is just completely the opposite for me. But maybe I'm just a really crappy anthropologist :)

I have met a lot of people who would talk a lot about what they know and what they think, about people, society and culture. They would speak in a very confident manner, going through various topic about various people and society. Most of the time, I just listen and most of the time, I didn't and couldn't reciprocate. I would have this complicated toughts racing in my head, faster than I could understand it and a lot faster than I could articulate it.

Why? Because the first thing I learned from my anthropology courses is that: I don't know a damn thing about people. People and society are just....complicated.

First of all, do you know that there are more than 400 definitions of culture? So when somebody ask a question that they considered simple question "what is culture?" I would just think "well, shit".

Second, anthropologist spend years, and I mean years, doing research in a society until they are confident enough to write an ethnography (a description) about what they think (what the anthropologist think) about that particular society (only that particular society). In anthropology, we learn about cultural relativism, we learn about ethnographic method, we learn about how careful we must be in drawing a conclusion about a society. Almost the same with how careful a chemist must be in creating a chemistry experiment; taking notes, ensure safety, selecting the right tools, ensure the tools are clean, ensure the measurement is correct, etc. The different is, we cannot measure "people" with a beaker glass or scale and we cannot label them with alphabets and make equation out of them. The only tool an anthropologist has is him/herself; his/her senses and his/her judgement.

I don't actually know what I wanted to say in this post, except that sometimes, people who doesn't take such careful measure before judging something bothers me. A lot. I myself still make this mistake sometimes; too easy in judging something, but I try not to and I am lucky to have a wise person in my life to always remind me :) But some people...doesn't even try, and can't be reminded of it. And that bothers me.

Friday, August 16, 2013

Beda Yoga dengan Pilates

Yoga dan pilates amat sering dibandingkan dan dianggap mirip satu sama lainnya. Saya sendiri awalnya nggak ngerti bedanya apa, well…sampai sekarang juga nggak ngerti-ngerti amat sih bedanya apa, secara saya juga bukan instruktur yoga apalagi pilates. Jadi mendingan Anda nggak usah jadi baca tulisan ini deh, hehehe. Tulisan ini bukanlah pendapat ahli, hanya refleksi pengalaman dari orang awam yang pernah mencoba dan mempraktikan kedua jenis olah tubuh ini ditambah kegemaran meng-google dan membaca-baca. Tulisan ini juga bukan dimaksudkan untuk memberikan opini berimbang karena saya jelas-jelas penggemar yoga.

Pengalaman saya mencoba yoga dan pilates adalah di kelas salah satu gym yang pernah saya jajal kira-kira 4 tahun yang lalu. Saat mencoba kedua kelas ini, saya berada dalam kondisi tidak fit; nggak pernah olahraga, makan tidak diatur baik jumlah maupun jenisnya, dan usia juga membuat saya makin kehilangan metabolisme tubuh yang baik. Pertama dicoba, kelas yoga. Perasaan selama kelas adalah ngos-ngosan, keringetan dan otot jerit-jerit karena dipaksa kerja, dan tentunya saya pingin banget nonjok si instruktur yang perilakunya tenang macam air itu. Tapi setelah kelas, wuaah, kok rasanya badan enak dan lega ya, semua otot rasanya terrenggang dengan baik. Minggu depannya, nyoba kelas pilates. Ternyata kelas ini lebih bikin nangis, tapi saya nggak berani kepingin nonjok si instruktur, soalnya doski adalah alpha female yang sangat galak. Sepanjang kelas perintah-perintahnya ala ospek senior yang kalo di antrop UI, dinamakan “pos bangsat” dan doski juga nggak ragu-ragu ngatain “gendut”, “badannya berat sih”, dan “abis ini makannya kwetiau goreng ya”. Saya cinta banget sama si instruktur ini! :D  Keringet mengucur super deras, dan setelah kelas rasanya otot sakit semua dan capek. Lalu….besoknya otot paha saya super sakit dan saya nyaris nggak bisa jalan apalagi naik turun tangga selama 2 hari. Dua hari itu saya jalan dan naik turun tanggal kayak nenek-nenek. Pengalaman tak terlupakan.

Waktu berlalu, saya berhenti nge-gym, lalu mulai lagi, lalu berhenti lagi, lalu mulai lagi. Kali ini dengan kekuatan penuh; les dansa, rutin treadmill + strength training, plus yoga seminggu sekali karena kebetulan ada kawan-kawan yang ngajakin untuk patungan manggil instruktur yoga. Pengalaman yang dirasakan masih sama, sepanjang kelas mau nangis dan keringet bercucuran, tapi setelahnya badan terasa enak, lega dan ringan. Saya bersemangat banget ikutan yoga karena saudara-saudara, saya payah banget di dansa karena tidak punya postur, keseimbangan dan core strength yang baik.

Lalu, ngobrol-ngobrol dengan kawan saya si dokter olahraga, dia menyarankan untuk melakukan pilates aja kalau memang tujuannya untuk memantapkan kebisaan berdansa. Senam pilates memang banyak digunakan oleh penari karena berfokus pada postur, keseimbangan dan terutama sekali adalah core strength. Jadi…saya mencari di youtube, video pilates untuk pemula. Mencari video instruksi senam adalah kebiasaan baru yang saya lakukan dan sudah saya lakukan untuk yoga, buat nambah-nambah rutinitas sama instruktur sekali seminggu. Terus ketemu lah satu video pilates untuk pemula yang kemudian saya praktikan. Dan yak, perasaannya masih sama. Otot-otot, terutama otot perut, paha dan pantat berasa dihajar bener (padahal cuma setengah jam latihannya), dan di akhir latihan, rasanya cuma bete dan sakit.

Pilates juga menggunakan alat untuk membantu allignment tubuh
www.pilatesofdunwoody.com

Berdasarkan pengalaman melakukan latihan pilates (yang cuma 2 kali itu), dan yoga, kalau boleh saya membandingkan, di yoga jauuh lebih banyak perenggangan, sedangkan di pilates jauuuh lebih banyak crunching (maaf saya nggak bisa nemukan padanan dalam bahasa Indonesia, apa ya, pengkontraksian? Pengerasan?) otot. Itu aja sih beda utama yang saya rasakan, dan itulah mengapa di akhir kelas yoga tubuh terasa lega, sedangkan di akhir kelas pilates tubuh terasa..uhm, sakit. Pilates juga jauh lebih fokus pada kekuatan otot perut, paha dan pantat karena orientasinya pada core strength, sedangkan yoga melatih berbagai otot, dari segi kekuatan dan juga fleksibilitasnya.

Hm, sebelum saya membahas lebih jauh lagi, sebagai latar belakang, yoga yang saya lakukan adalah hatha/power/vinyasa yoga dan juga ashtanga (versi introduction). Ini adalah jenis-jenis yoga yang relatif berfokus pada gerakan fisik, jadi saya tidak merapal mantra, meditasi, bahkan tidak melakukan pernapasan yang macam-macam, hanya ujayi saja. Akan tetapi bahkan dengan mempraktikan yoga jenis ini saja saya merasakan pendekatan yoga lebih “spiritual” dibandingkan pilates. Yoga mendekati tubuh secara lebih halus, memahami tingkat keadaan tubuh, “memaafkan” tubuh jika belum mampu mencapai sebuah pose (tiap pose ada tingkatan mudah hingga sulit), melatih tubuh secara perlahan dan fokus pada pernapasan dan kesadaran mendalam (inner awareness). Sementara pilates lebih “memecut” tubuh untuk dapat mencapai sebuah kondisi tertentu; core yang kuat, postur yang benar, keseimbangan yang baik. Inilah mengapa bagi tubuh-tubuh yang tidak fit, latihan pilates bisa terasa amat menghajar. Tapi siapa tahu, latihan pilates bisa sangat memuaskan bagi tubuh yang sudah relatif fit dan membutuhkan tantangan. Kalau aja gratis, saya sih mau aja nanti nyoba-nyoba pilates lagi, hehe.

Yoga sangat lekat dengan ilmu spiritualitas asal Timur (India)
www.guideyoga.org

Jadi kesimpulannya, yoga dan pilates beda kan? Tapi enggak ada salahnya kalau mau melakukan keduanya, karena keduanya sebetulnya saling mendukung dan tidak berkontradiksi. Lakukan mana yang paling sesuai dengan kebutuhan dan sifat Anda.

Wednesday, August 14, 2013

Kumpulan tips olahraga dan diet

Dikarenakan saya sudah beberapa waktu sejak tulisan terakhir saya, sedangkan (katanya) blogger yang sakses adalah yang konsisten bikin postingan, maka dari itu saya mencoba membuat tulisan ringan ini.

Saya adalah internet junkie, dan saya sering 'tersesat' di internet. Tiap orang candunya beda-beda, kalau saya: 9gag, fashion blog, wikipedia, video nari-nari daaaan...saya paling demen nge-google tips atau how to. Tentunya tips/how to ini terkait dengan interest saya, yaitu tentang fashion atau kecantikan, diet, olahraga, sampai cara menulis essay buat melamar beasiswa (saelah, biar kesannya pinteran dikit, gak cuma urusan muke ame bodi doang). Yang saya mau bahas di tulisan ini, khusus tips diet dan olahraga ajah. Bukan cuma dari internet aja sih, tapi juga dari teman-teman dan juga pengalaman pribadi. Saya baru aja sakit sebulan (istilah Sundanya harugrag, makanya lama beut sakit), dan tentunya urusan diet dan olahraga jadi tertinggal. Karena sekarang sedang berusaha kembali pada jalur, maka saya terinspirasi menulis ini. Beberapa hal yang ada di sini adalah pengulangan dari tulisan-tulisan terdahulu.

Sebelumnya, apakah saya sukses mencapai target diet dan olahraga dengan tips-tips ini? Kalau pakai standar saya sih, saya akan mengatakan bahwa saya sukses! Tapi kalau standar Anda adalah turun berat badan 10 kg...waduh...maap saya cuma turun 3 kg sajah. Tapi saya merasa metabolisme saya jauh lebih bagus, saya makan lebih baik, badan saya meskipun berat tapi tidak glombor-glombor seperti dulu waktu belum ikut rejimen olahraga dan diet.

Baiklah, kita mulai saja

1. Pemanasan dan pendinginan sebelum olahraga adalah super wajib. Lakukan dynamic stretching saat pemanasan, dan static stretching saat pendinginan.

Ini saya ketahui sejak SMA. Dengan stretching pemanasan dan pendinginan, ambil nilai lari tidak membuat paha saya sakit seperti biasanya. Akan tetapi saya belum lama mendapatkan tips baru, bahwa ketika badan masih 'dingin' sebaiknya jangan melakukan stretching statis. Tau kan stretching statis? Yang ototnya ditarik ajah tanpa banyak gerak. Stretching statis saat badan masih dingin beresiko otot bisa putus. Serem kan? Gerakan-gerakan dynamic stretching bisa ditemukan di youtube.

2. Minum kafein sebelum olahraga meningkatkan pembakaran dan membuat semangat berolahraga.

Ini sih logis lah? Gw kalau minum kafein biasanya jadi agak hiperaktif, dan cara apa yang lebih baik untuk menyalurkan energinya kalau bukan olahraga. Kafein juga meningkatkan resistensi otot, jadi kita gak cepet ngerasa "sensasi terbakar" saat otot lelah. Sebagai informasi, dosis kafein tertentu dilarang di Olimpiade. Kafein dianggap doping.

3. Metabolisme, metabolisme, metabolisme

Hidup akan lebih mudah jika metabolisme kita bagus. Saya kadang agak kaget ketika saya lagi gak gitu kontrol, makan agak banyak atau jenisnya yang berkalori tinggi, tapi badan saya nggak langsung menggendut tuh. Ini karena saya udah meningkatkan metabolisme. Ada tiga cara tubuh kita membakar kalori: melalui olahraga dan bergerak, melalui pencernaan makanan kita, dan melaksanakan fungsi dasar tubuh seperti memompa darah, berpikir dan menghangatkan tubuh alias metabolisme basal (lihat di sini). Nah 70% dari kalori yang kita bakar setiap hari adalah dari metabolisme basal ini (yang ahli, silakan mengkoreksi kalau ini salah). Jadi kalau metabolisme basal ini bisa ditingkatkan, enak kan? Nggak ngapa-ngapain tapi badan sibuk bakar kalori.

Caranya gimana? Yaitu dengan memperkuat otot. Kalistenik, pilates, yoga, angkat beban adalah berbagai olahraga yang dapat memperkuat otot. Disarankan untuk memprioritaskan jenis olahraga ini daripada cardio jika waktu kita terbatas. Saya pribadi, hanya melakukan yoga, dan sekali-sekali jalan cepat kalau pas bisa. (Cardio adalah kemewahan buat saya, soalnya harus jadi anggota gym atau turun di car free day. Jogging di kompleks? Enggak lah yaw).

Cara lain? Jangan membiarkan diri Anda kelaparan. Ketika tubuh lapar, dia akan panik dan mulai berhati-hati membakar kalori, alias...metabolisme akan turun. Jadi pastikan Anda mengatur asupan makanan Anda agar kalori tidak berlebihan tapi juga badan tidak terlalu kelaparan (kelaparannya dikit ajah).

4. Kalau baru mulai, paling mudah dengan cardio

Berlainan dengan tips sebelum ini, kalau Anda memulai dengan kondisi tubuh yang kurang fit, barangkali overweight atau obesitas, atau bodyfat tinggi, paling mudah dan aman memulai dengan cardio dan paling enak make alat di gym (treadmill, sepeda atau eliptical, lebih enak soalnya lebih stabil dan kita bisa atur tantangannya). 3-4 kali seminggu sejam, diikuti dengan strength training.

5. Kalau otot kesakitan, artinya si otot makin kuat

Maka disyukuri aja, jangan dirutuki. Eh ini maksudnya sakit otot yang pegal-pegal karena abis olahraga loh ya, bukan cedera seperti keseleo atau putus. Tapi jangan dipaksa untuk berolahraga dalam kondisi pegal begini. Tunggu 1-2 hari sampai dia berkurang sakitnya. Kalau saya pribadi, mempercayakan minyak kayu putih untuk meredakan sakit (just FYI, cara ini ditentang habis oleh teman saya yang dokter olahraga dengan alasan belum ada bukti ilmiah untuk ini, sedangkan bukti ilmiah yang ada justru menyuruh agar otot dikompres dingin, but seriously...minyak kayu putih works O______O), dan beberapa gerakan stretching ala yoga.

6. Yang penting adalah total asupan kalori seharian

Terserah mau diatur makan banyaknya siang atau malam atau pagi, dibagi 3 kali makan atau 6 kali makan, pokoknya yang penting total kalori seharian tidak berlebihan. Sesuaikan dengan rutinitas dan gaya hidup dan apa yang nyaman buat Anda. Saya pribadi, paling menahan diri di pagi hari, agak menahan diri di siang hari, dan makan yang kenyang di malam hari.

7. Jangan terjebak dengan obsesi untuk menjadi sempurna

Ini terutama jebakan banget buat saya si Virgo yang perfeksionis. Gagal menahan diri untuk nggak makan seporsi penuh makan siang? Nggak apa-apa, lanjutin aja dietnya abis itu. Nggak sempet olahraga selama seminggu? Nggak apa-apa, mulai aja lagi. Ini adalah yang harus terus-menerus ingat. Soalnya seringkali terjebak untuk menyerah sama sekali ketika gagal sekali aja dan kemudian susah mulai lagi. Nggak usah perfect-perfect amat dan nggak perlu total menahan diri. Jajan aja bubble tea atau es krim kalau mau, atau makan aja sepotong cake coklat sisa Lebaran itu, asalkan ingat untuk nggak bablas. Jujur, meskipun turun berat badannya lamaaa dan nggak sebanyak yang diinginkan, cara ini lebih baik daripada bisa turun banyak, jadi kurus, tapi nggak tahan lama. Sejauh ini, ini adalah badan ter-ok saya (bahkan dibandingkan waktu SMA), dan bertahan paling lama juga.

So that's it, I guess. Good luck!

Thursday, August 1, 2013

Gerakan yoga sudah ada dalam shalat?

Siapapun yang bilang bahwa "gerakan yoga itu udah ada di dalam shalat", bakalan ane fentung!

Apakah shalat menyuruh Anda melakukan gerakan ini

Locust Scorpion Pose
www.fitsugar.com

 Atau ini

Peacock pose
www.yogaposeweekly.com


Atau ini

King Pigeon Pose
www.fitsugar.com


Sebagai seorang yogi yang meskipun pemula (enggak, gw gak bisa melakukan pose-pose di atas) tapi sedang tekun-tekunnya mempraktikan yoga, dan bener-bener merasa “dihajar” tiap habis sesi latihan (saat ini deltoid dan quad gw lagi sakiiiiit abis yoga kemarin), saya tiba-tiba sebal ketika teringat bahwa ada yang bilang bahwa “gerakan yoga udah ada di dalam shalat”.

Apanya!

Usut punya usut (google punya google), ternyata pernyataan itu asal muasalnya adalah dari sebuah buku berjudul Ketika Dokter Memaknai Shalat yang ditulis oleh dr. Bahar Azwar SpB Onk. Saya nggak tau sih isi buku itu apa, tapi usut punya usut (google punya google) poin-poin penting dapat ditemukan di blog ini.

Ah! Tipikal cocologi Islam. Cocologi, atau yang istilah kerennya Bucailleism adalah usaha untuk mencocok-cocokan agama (khususnya Islam), atau kitab suci (khususnya Qur’an) dengan fakta-fakta ilmiah. Kegiatan ini dipelopori oleh Maurice Bucaille dengan mempublikasikan buku berjudul The Bible, The Qur’an and Science yang bahwa pernyataan dalam Qur’an tidak berkontradiksi dengan sains dan bahwa isi Qur’an sesuai dengan fakta-fakta ilmiah. Ada banyaaaak sekali cocologi yang kita temui, dari yang “serius” tentang Teori Big Bang yang katanya sudah ada di Qur’an, perkembangan embrio yang katanya sudah ada di Qur’an, bumi bulat, 7 lapisan langit, sampai yang “aneh-aneh” kayak gambar satelit mengkonfirmasi bulan pernah terbelah, daging babi bahaya buat kesehatan, atau Neil Armstrong mendengar azan di bulan (eh itu masuk cocologi bukan yah?). Anyway, list cocologi (beserta debunk-nya) bisa ditemui di sini.

Mengutip blog ini, ada dua kata kunci dalam membahas cocologi; prediksi dan postdiksi. Cocologi adalah ilusi mereka yang merasa sedang melakukan prediksi, padahal sedang melakukan postdiksi. Temuan ilmiahnya ada dulu, baru kemudian diklaim cocok dengan kitab suci. Akan tetapi tidak pernah, berdasarkan kata-kata dari kitab suci, kemudian menghasilkan penemuan. Ya jelas, karena metode ilmiah harus mendasarkan hipotesis dari fakta dan fenomena yang diamati, baru kemudian melakukan berbagai pengujian untuk mengkonfirmasi hipotesis. Lalu ingat, bahwa sains selalu dapat dikoreksi. Sekarang misalkan sebuah teori sains sudah dianggap “sesuai” dengan sebuah ayat. Eh, tau-tau ternyata ada ilmuwan yang kemudian menemukan bahwa teori tersebut salah, dan menemukan fakta baru dengan penelitian yang dilakukannya. Lalu bagaimana? Sedangkan kitab suci semestinya berisi kebenaran absolut.

Ada banyak sekali orang yang senang dengan cocologi. Mereka tidak punya maksud jahat. Mereka tentu senang mendapat konfirmasi bahwa kitab suci agama yang dianutnya adalah benar, bahkan superior. Ini membuat mereka semakin semangat beribadah dan semakin yakin dengan kepercayaannya. Bagaimana bisa disalahkan? Akan tetapi di sini sains yang menjadi korban. Saya yang cuma urusan yoga aja bisa sebal, apalagi ilmuwan seperti Copernicus, Newton dan Einstein. Seperti saya yang lagi kesakitan otot hamstring dari latihan yoga, para ilmuwan ini bekerja keras untuk penemuannya. Sementara para cocolog meng-klaim kemenangan dengan mengatakan “oh itu sudah lebih dulu disebut di kitab suci”, sementara tidak satu pun pencapaian sains yang diapat dengan menggunakan kitab suci.

Ada baiknya berhenti melakukan cocologi meskipun kita pikir itu harmless. Kalau masih butuh konfirmasi sains dan pengakuan dari orang lain, mungkin Anda harus merenungkan kembali iman Anda. Anda shalat karena butuh olahraga atau karena perintah agama? Anda nggak makan babi karena takut cacingan atau karena perintah agama? Soal kenapa agama memerintahkan demikian, apakah Anda berhak mempertanyakan itu? Apakah Anda berani menilai kebenaran perintah Tuhan?

Balik ke yoga dan shalat, ada statement hebat di situ yaitu “shalat lebih canggih daripada yoga”. Masalahnya, lebih canggih dengan cara yang bagaimana itu tidak dijelaskan. Nah, kenapa saya nggak setuju. Ada beberapa hal

Pertama dari segi stretching…. Serius nih mau ngebandingin shalat sama yoga? Mendingan nggak usah kali ya?

www.athomeyoga.typepad.com

Kedua dari segi muscle endurance and strength, shalat sama sekali nggak ada gerakan yang menantang muscle endurance and strength. Gerakan shalat mungkin dianggap sama dengan yoga karena di yoga ada urutan pemanasan yang dinamakan Surya Namaskara atau Sun Salutation.

Gerakan Shalat
http://fitrianijafar.blogspot.com/2012/11/sunnah-sunnah-shalat.html
Sun Salutation
www.yogavibes.com

Bisa dilihat bahwa dalam sun salutation ada gerakan plank yang menantang core muscle, push up yang menantang lengan dan bahu, warrior yang menantang otot paha dan betis. Lebih jauh lagi, dalam yoga, cara melakukan pose benar-benar diperhatikan agar benar, dan semua otot diperhatikan dan dipakai. Dan mengapa muscle endurance and strength itu penting? Karena otot kuat, maka metabolisme tubuh semakin baik. Lebih jauh lagi, beberapa pose (yang tidak ada dalam shalat) bisa merangsang kelenjar hormon untuk berfungsi lebih baik. Dalam hal metabolisme misalnya, pose shoulder stand merangsang kelenjar thyroid yang menjalankan metabolisme.


Ketiga, balance. Shalat tidak melatih balance Anda.

Crow Pose
www.espn.go.com


Keempat, pernapasan. Di yoga, napas adalah satu-satunya yang bisa membuat bertahan. Kalau Anda nggak bisa atur napas dengan baik, wassalam. Berbagai pose dalam yoga membantu untuk lebih “terkoneksi” dengan pernapasan dan bagaimana napas mempengaruhi keadaan tubuh dan kesadaran, karena hanya dengan mengatur pernapasan lah kita bisa mencapai pose tersebut.

Hummingbird Pose
www.fitsugar.com

Kelima, manfaat cardio. Pernah ngos-ngosan karena shalat? Saya sih enggak. Tapi kalau yoga...hmm bisa sampe muka merah, netes-netes, ngos-ngosan, ampe matnya licin dah!

So, maaf ya kalau saya nggak setuju bahwa shalat lebih canggih daripada yoga. Shalat adalah shalat. Shalat adalah ibadah dan bukan olahraga, dan apakah ibadah butuh pembenaran? *elus-elus jenggot. Kalau nggak mau yoga ya nggak usah, nggak apa-apa, tapi juga nggak usah klaim bahwa "gerakan yoga udah ada di dalam shalat" apalagi lebih canggih. Bikin sebel tauk.

Catatan: Argumen mengenai cocologi saya dapat dari kawan-kawan rahasia saya di dunia maya. You probably know who you are.