Sunday, November 3, 2013

Seri Kawinan #6: Suvenir

Akhirnya keinget dan ada niatan juga untuk ngelanjutin si kawinan series ini. Biar nggak jadi males, saya mau mengulas yang mudah aja dulu deh, yaitu bab suvenir.

Suvenir, yang kata temen gw Indon hanyalah sebuah pelengkap penderita, pada awal mulai memikirkannya bener-bener emang pelengkap penderita doang. Udah nggak penting, tapi kalau nggak diurusin juga bisa menyebabkan kita jadi omongan orang dan orang tua jadi malu (kalo kita mah bodo amat). Juga, kalau buatnya asal, selain orang yang nerima males, gw yang ngasih juga males dan bisa bete.

Tadinya departemen suvenir juga saya serahkan pada calon suami, dan karena sangking cuma pelengkap penderita, dia nggak mulai mikirin sama sekali. Akhirnya, gue juga deh yang mikirin.

Ide dari calon suami: sisir (duh, nggak personal ah). Semetara ide dari saya pun ditolak mentah-mentah: CD (nggak ada yang mau dengerin lagu kita, tauk. Lagian itu melanggar hak cipta), tas, cermin saku, hanya salah dua-nya benda suvenir kawinan yang pernah saya benar-benar gunakan... (duuh..errghh, ya udah terserah).  Sampai akhirnya: ya udah terserah. Saya pun mulai melihat-lihat suvenir murah-murah di toko online. Banyak ketemu yang murah-murah tapi jelek minta ampun dan nggak ada gunanya. Yang agak mahal, lucu tapi ga ada gunanya juga. Di rumah saya udah berserakan segala macam benda suvenir. Tas dan cermin saku meskipun saya akui terpakai, tapi dua benda tersebut tidaklah "personal", dan karena kita belinya kodian ya jelas tampilannya akan...kodian.

Di sebuah website bule yang pernah saya baca, ada ide dimana suvenir pesta diganti dengan charity. Jadi budget untuk suvenir disumbangkan ke sebuah yayasan dan ini diumumkan ke tamu-tamu atau tiap tamu diberi secarik kertas yang mengumumkan hal itu. Tapi ya sebetulnya budget suvenir yang saya miliki kan tidak begitu besar (1-3 juta rupiah saja), ditambah saya agak malas due diligence memilih yayasan yang ok, dan lagi-lagi cukup personal buat kami. Lalu, ibu-ibu adalah spesies lain yang harus dipikirikan. Tidak seperti para Homo sapiens sapiens lain yang bodo amat, ibu-ibu maunya nerima "benda" yang bisa dipegang-pegang, dilihat-lihat dan dibilang lucu, lalu dipajang atau masuk tas. Teman saya Indon, yang menyiapkan photo booth sebagai suvenir kawinannya, akhirnya ibunya dia menambah kipas dan entah apa lagi suvenir yang bisa dipegang-pegang demi memuaskan spesies yang satu ini. Dia berakhir dengan 3 jenis suvenir yang berbeda di pestanya.

Akhirnya saya browsing lagi ke website bule, dimana biasanya ketemu tuh ide aneh-aneh. Naaah, di sebuah website ada suvenir kawinan teh celup dengan bungkusan yang customized. Contohnya begini:


BINGO! Teh!

Beberapa alasan bagus:


  • Calon suami memang HOBI BANGET bawa suvenir teh kalau habis dari Jogja. Teh tubruk kampung dengan berbagai merk dan aroma. Kawan-kawan geng puspa sudah hafal dan merasakan nikmatnya nge-teh bareng.
  • Orang Indonesia dimana-mana hobi minum teh.
  • Teh tubruk harganya murah
  • Seperti iklan Sariwangi, teh memang membawa kehangatan dan kekeluargaan. Cocok sebagai suvenir pesta orang yang mau membangun keluarga.
  • Teh habis diminum dan tidak akan tergeletak nyampah-nyampahin rumah aja.


Yup, maka suami yang kebetulan ada rencana ke Muntilan akhirnya membeli 5 bal (500 bungkus) teh tubruk merk Kepala Djenggot. Habis Rp. 700 ribu saja. Sampai Jakarta, teh itu kami bungkus dengan kertas sampul buku coklat, lalu ditempel ucapan terima kasih yang diprint di hvs dan difotokopi. Hasilnya begini:


Bahkan kemasannya pun ekonomis dan minim sampah. Nyokap sempat ingin agar dikemas dalam plastik mika, yang langsung saya veto karena itu bikin sampah dan plastik mika jelas tidak gampang terurai. Kantong dengan bahan tulle pun lumayan sampah dan buat saya kurang cantik dan juga kelewat mainstream, hehe. Tadinya pun hampir membuat paper bag khusus karena malas membungkusi satu-satu yang untung saja calon suami mem-vetonya dengan mengingatkan bahwa paper bag itu cukup nyampah dan juga mahal dengan manfaat yang tidak signifikan. Akhirnya dengan mengerahkan para tante, terbungkus lah 500 teh Kepala Djenggot dalam kemasan cantik dan ramah lingkungan seperti di atas.

Untuk desain gambarnya, itu ada kaitannya dengan kisah undangan yang akan saya ceritakan (moga-moga) tak lama lagi ya. Nantikan.

No comments:

Post a Comment