Saturday, March 30, 2013

the socially awkward anthropologist

saat gw daftar kuliah antropologi 10 tahun yang lalu, gw gak tau bahwa social skill adalah sangat penting bagi seorang antropolog. gw tumbuh sebagai anak yang kuper dan pemalu. bahkan sampai sekarang pun gw selalu mendeklarasikan bahwa 'i hate people' and my closest friends knows that i do hate people, in general, except the very few people that i liked (well, d'uh).

Malinowski in Trobriand Island
Picture credit: www.civilization.org.uk


barangkali kalau gw tahu bahwa tugas antropolog adalah untuk menjalin hubungan baik dengan informan, meraih kepercayaan mereka dan menggali informasi sebanyak-banyaknya dari informan, mungkin gw akan gak jadi daftar. dan sampai beberapa tahun pertama pun memang gw adalah antropolog lapangan yang buruk! skripsi aja gw milih autoetnografi, which means, informannya adalah diri sendiri. curang kan? hehehe. dan selain itu gw pun gak pernah terlibat proyek sebagai antropolog. yah nasib, jaman saya dulu proyek buat mahasiswa antropologi masih sepi, tetapi kalaupun ada, gw gak yakin bahwa gw akan semangat berpartisipasi.

well, untungnya selama kuliah kekuperan gw kemudian terkikis habis. sebagian karena semakin sedikitnya 'persaingan'; gw kuliah di SD, SMP dan SMA populer yang banyak anak gaul, pinter, cakep dan kaya, sedangkan jurusan antrop jelas tidak seglamor kom misalnya ;), sebagian lagi karena bertemu teman-teman yang bisa mengajari gw untuk bergaul dengan orang. yes people, gw baru belajar bergaul dengan proper pada usia kuliah. caranya? sama seperti bagaimana bayi belajar: yaitu meniru. di masa kuliah ini gw bertemu dengan teman-teman dengan social skill luar biasa, terutama sekali my most cheerful friend Indon yang teknik rapporting-nya gw contek habis karena sungguh efektif!

ok, so that's addressing my socializing problem, tapi bagaimana dengan my research technique problem? tentunya butuh skill yang lebih jauh lagi untuk bisa memasukan diri dalam setting masyarakat yang berbeda-beda untuk bisa menggali informasi. teknik mencairkan suasana dan menjalin kedekatan sangat berguna, tapi bagaimana dengan teknik menggali informasi? long story.

setelah lulus dari antrop, gw mendapat kerjaan yang non-antrop yaitu sebagai auditor untuk sertifikasi lacak balak kayu. so, untuk sementara gw merasa cukup aman lah dengan kekuperan gw, altho i struggle a lot to fit myself into the newly professional world. nah, nggak lama dari dunia auditor itu, gw cabut dan pindah ke pekerjaan di semacam sekretariat organisasi. nah kebayang kan kalau kerja di kesekretariatan harus berhubungan dengan banyak orang. teknik si Indon harus diperas habis dan dimodifikasi untuk bisa sesuai dengan dunia profesional. dan gw pun tidak berhenti belajar, gw tetap meniru dan meniru. yang gw lakukan adalah gw memperhatikan teknik-teknik para kolega senior dan atasan-atasan gw (thanks Mbak Iis, Mbak Desi) dan mengambil apa yang gw pikir bagus dan cocok dengan kepribadian gw. ini terus gw lakukan sampai sekarang. and now i realize i'm pretty good at people's relationship and asking questions and i am just totally a different person from who i knew i was. far from perfect, but huge improvement.

Picture credit: www.victorialabalme.com


tiny example: basa-basi alias small talk. i haaatttee small talk and i still do, but i no longer suck at it. dulu gw bener-bener gak tau kalo harus basa-basi ngomong apa, atau hal-hal apa yang harus gw tanyain untuk menginisiasi pembicaraan. tapi sekarang gw udah sangat lumayan melakukannya.

big example: teknik wawancara. masih terkait dengan kemampuan basa-basi. kemampuan berbasa-basi sangat membantu dalam teknik wawancara. belum lama ini kemampuan gw diuji dalam sebuah project kantor, lalu teknik wawancara gw mengundang pujian dari para klien yang menyaksikan gw beraksi. cihuyy! biasanya kalo harus wawancara orang, ga ada yang menyaksikan tapi di project kemarin, si klien turut hadir dalam wawancara tersebut. dan ini membuat gw sadar betapa gw sudah banyak berubah dari gw 10 tahun yang lalu. gw sekarang bisa berbasa-basi dan mampu menciptakan pembicaraan yang mengalir, dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan 'sulit' dengan cerdik. saelah!

Picture credit: http://data.whicdn.com


kemudian, beberapa hari setelahnya, gw menyadari diri gw sedang di salon untuk potong rambut dan ngobrol dengan si mbak salonnya dengan super lancar. pake nunjukin foto cowok gw segala ke dia. something that was almost impossible a few years ago. i would normally: (a) avoid going to salon at all, and (b) talk as little as possible. but heeey, look at me now! ;)

so there you go, the socially awkward anthropologist. gw masih harus banyak belajar tentunya, dan gw pun belum pernah masuk ke setting budaya yang sama sekali berbeda sebagaimana para antropolog-antropolog legendaris seperti Malinowski dan Geertz, but realizing where I am right now compare to where I was, really felt like something. Alhamdulillah, sesuatu banget.

No comments:

Post a Comment