Tuesday, August 4, 2020

Nagini: Di mana menurut saya Acha Septriasa lolos dari lubang maut rasisme menjijikan JKR meskipun sayangnya nama Indonesia enggak

Ini adalah postingan teramat kesiangan sebagai lanjutan dari postingan sebelumnya mengenai tokoh Nagini di dalam franchise Harry Potter, khususnya dalam film Fantastic Beasts 2: Crimes of Grindelwald di tahun 2018. Saya membuat postingan yang lalu sebelum saya menonton filmnya dan postingan lanjutan ini adalah semacam tanggapan saya (2 tahun kemudian hahaha) setelah menonton filmnya.

Di postingan terdahulu, saya menyampaikan beberapa kekuatiran terkait adaptasi tokoh Nagini yang diklaim oleh penulis JK Rowling sebagai adaptasi dari mitologi naga Indonesia:

1.) Penggunaan negara-bangsa "Indonesia" sebagai istilah yang memayungi asal-usul mitologi Naga ketika masing-masing suku bangsa di Nusantara memiliki mitologinya masing-masing. Dalam hal ini mitologi yang menggunakan bahasa Sansakerta "naga" secara khusus adalah mitologi yang diadaptasi oleh suku Jawa/Bali dari India melalui Hinduisme.

2) Kalaupun memang Nagini diadaptasi dari naga dari Jawa/Bali, semestinya ada kekhususan tertentu yang tampil. Dalam hal ini, naga Jawa/Bali misalnya digambarkan selalu memakai mahkota, termasuk tokoh-tokoh naga perempuan seperti Nyi Blorong maupun  Dewi Nagagini. Di trailer pun telah terlihat bahwa Nagini tidak menampilkan kekhususan seperti ini. Satu-satunya penanda adalah etnisitas pemeran yang sudah menimbulkan kontroversi habis-habisan, apakah semestinya dia boleh diperankan oleh aktris Korea Selatan, atau harus aktris India, atau aktris Indonesia, atau spesifik aktris Jawa.

3) Kemudian dari sini saya membahas masalah otoritas terhadap representasi tersebut. Nagini yang diklaim sebagai adaptasi dari naga Indonesia, ada sepenuhnya di bawah kuasa kreativitas pembuat film dan cerita yang bukan berasal dari pemilik mitologi tersebut. Tidak ada pelibatan pemilik kebudayaan untuk turut menentukan seperti apa representasi yang mereka (kita) inginkan di dalam film tersebut.

Melihat poin ketiga, sudah jelas jawabannya ketika akhirnya menonton filmnya bahwa hasilnya adalah bencana, yang entah disadari oleh siapapun atau tidak.

Sebelum masuk ke bagian yang paling kacau menurut saya, saya akan bahas dulu seuatu terkait dengan poin no. 1. Kekuatiran saya tersebut semakin tersorot di dalam film. Di postingan sebelumnya saya tidak ingat bahwa film bersetting di tahun 1927, 18 tahun sebelum Indonesia merdeka. Ketika Nagini hendak muncul di sirkus, pembawa acara sirkus mengumumkan bahwa ini adalah mahluk yang berasal dari hutan di Indonesia.

Yep. "Indonesia", belum ada di saat itu. Nusantara masih barangkali disebut sebagai East Indies, atau Hindia Belanda. Mungkin lebih pas kalau disebut Nagini diambil dari hutan di Jawa atau Kalimantan atau Sumatera dsb. Kesalahan yang simpel? Ignorance terhadap sejarah? Keputusan komersial? We'll never know.

Kemudian hal teramat penting lain yang mengganggu saya adalah kutukan maledictus, dan bagaimana Nagini menjadi tontonan sirkus gara-gara kutukan itu. Oke, jadi pertanyaannya adalah kenapa Nagini menjadi tontonan sirkus?

Dari sejarah kita tahu bahwa freak show adalah memang semacam hiburan di Inggris di pertengahan abad ke-16, di mana mereka akan menonton mahluk dengan kelainan yang langka seperti kembar siam. Baik, jadi Nagini adalah semacam freak show? Kelainan apa yang dihasilkan dari kutukan maledictus? Bahwa Nagini bisa berubah menjadi ular. Tetapi bukankah banyak penyihir di dunia Harry Potter yang bisa menjadi hewan dan mereka disebut animagus? Jadi apa menariknya melihat seseorang berubah menjadi ular?

Well, selain freak show, di masa itu orang Eropa juga rupanya senang menonton human zoo. That's right, human zoo. Di mana manusia-manusia yang bukan orang Eropa berkebudayaan Barat dipamerkan sebagai tontonan. Seperti hewan (although for the record, saya juga merasa hewan harusnya juga tidak dipamerkan sebagai tontonan, but we are talking about humans here, not just any humans, but us!). Dan guess what, salah satu pionir human zoo di Jerman waktu itu adalah pedagang hewan liar, yang merasa kegiatan perdagangan hewannya kurang menguntungkan sehingga ia menambahkan manusia ke dalamnya.


Jadi saya menyimpulkan bahwa Nagini dipamerkan bukan karena dia bisa berubah menjadi ular. Apa anehnya buat para penyihir di dunia Harry Potter? Animagus juga bisa berubah menjadi hewan. Tetapi karena dia berasal dari "Indonesia" dengan kutukan eksotis maledictus yang semacam animagus versi KW (karena kita selalu lebih rendah dari bangsa Eropa tampaknya), dia menjadi menarik bagi para penonton Eropa. She's both a freak show and a human zoo object. Dengan demikian sedikitnya representasi orang-orang non kulit putih dalam kisah fantasi Harry Potter, untuk satu-satunya representasi orang dan/atau mitologi Asia Tenggara dia menampilkannya dalam sejarah tergelapnya, sebagai orang yang dianggap hewan tontonan oleh orang kulit putih. Menurut saya ini cukup jelas karena:

- Sebelum munculnya Nagini, pembawa acara harus mengumumkan asal-usul Nagini dari tempat eksotis "Indonesia" yang menandakan bahwa itulah yang membuatnya menjadi menarik dilihat
- Maledictus adalah kutukan yang tidak setara dengan sihir animagus, melainkan seperti yang sudah saya bilang di atas adalah versi KW nya. Maledictus adalah kutukan yang jatuh ke seseorang tanpa dia bisa memilihnya dan kutukan ini merupakan bencana bagi dia  karena dia akan berubah menjadi ular selama-lamanya. Human zoo memang dimaksudkan untuk memamerkan kebudayaan yang dianggap lebih "primitif" daripada kebudayaan bangsa kulit putih Eropa
- Nagini memang akan menjadi hewan untuk selama-lamanya
- Yang kemudian menjadi piaraan Voldemort....

Guys?....

Kesimpulannya, orang Indonesia tidak seharusnya bangga sama sekali dengan tokoh Nagini, malah seharusnya tersinggung. Sebab dasar dari penokohan Nagini teramat rasis dan merendahkan manusia lain yang seharusnya tidak muncul lagi di tahun 2018. Kalau saya bilang, kita semua harusnya bersyukur Acha Septriasa tidak jadi memerankan tokoh tersebut. She dodged a f***in bullet!

 

No comments:

Post a Comment